Kepala Daerah dan Ilusi Pembangunan, Ketika Janji Tinggal Seremonial

Salam satu pena – Fakta Aktual.

Selamat pagi wak, hari ini kita ulas kinerja kepala daerah ya, jangan lupa siapkan kopi sedikit gula..

​Di tengah sorotan publik yang kian mengawasi kinerja para pemimpin, satu pemandangan yang tak pernah absen dari media sosial dan berita lokal adalah seremoni. 

Pemandangan karangan bunga berjejer rapi, panggung megah, gunting pita yang berkilauan, dan pidato-pidato manis tentang kemajuan seolah menjadi pemandangan wajib. 

Namun, di balik kemegahan yang menampilkan ilusi kerja ini, muncul pertanyaan mendasar, di mana realisasi janji kampanye, terutama untuk menggerakkan ekonomi masyarakat?

​Janji kampanye yang dulu disuarakan lantang dengan narasi perubahan dan kesejahteraan, kini seolah tergerus oleh agenda seremonial yang padat. Seorang kepala daerah yang terpilih seharusnya memiliki agenda gebrakan nyata yang langsung menyentuh sendi-sendi kehidupan masyarakat. 

Sayangnya, yang sering kita lihat adalah sebaliknya. Alih-alih fokus pada program yang dapat menaikkan pendapatan UMKM, mereka sibuk meresmikan pameran yang bersifat temporer. 

Alih-alih menyederhanakan birokrasi perizinan, mereka sibuk menggelar rapat koordinasi yang tak kunjung menghasilkan solusi. Ini menciptakan jurang lebar antara harapan publik dan realitas di lapangan.

​Fenomena ini bukanlah hal baru. Ia adalah cerminan dari mentalitas kepemimpinan yang lebih berorientasi pada citra daripada substansi. 

Seremoni pada dasarnya adalah sebuah aksi pencitraan instan yang memberikan sensasi ‘bekerja’. Membuka acara, memotong pita, dan berfoto bersama di panggung memberikan kesan bahwa pembangunan sedang berjalan, padahal dampaknya nihil. 

Akibatnya, kepercayaan masyarakat kian terkikis, dan yang paling parah, permasalahan ekonomi yang mereka hadapi tidak pernah terselesaikan. Sebagai contoh, banyak daerah yang menggantungkan janji pada sektor pariwisata. 

Namun, kiranya membangun infrastruktur yang memadai atau melatih sumber daya manusia, yang mereka lakukan hanyalah meluncurkan festival atau meresmikan destinasi wisata baru tanpa konsep berkelanjutan. 

Pada akhirnya, festival itu selesai, tapi warung-warung kecil di sekitar lokasi tetap sepi dan warga tetap kesulitan. Pembangunan ekonomi yang sesungguhnya membutuhkan kerja keras di balik layar, seperti menciptakan iklim investasi yang kondusif, memberikan pelatihan dan pendampingan bisnis, serta memastikan akses pasar yang luas, bukan hanya acara yang habis dalam satu malam.

​Panggung seremonial seharusnya tidak lebih penting dari meja kerja yang diisi dengan rencana-rencana konkret dan terukur. Masyarakat memilih pemimpin bukan untuk sekadar hadir dan berpidato, tetapi untuk menyelesaikan masalah. 

Kini, saatnya bagi para kepala daerah untuk mengakhiri ‘pesta’ pencitraan dan mulai fokus pada pekerjaan nyata yang telah mereka janjikan. Dan sebagai masyarakat, kita tidak boleh lagi terpukau oleh kilauan gunting pita. Kita harus menjadi publik yang kritis dan menuntut, bukan hanya pasif. 

Tanyakan, “Apa dampak konkret dari acara ini bagi ekonomi kami?” dan “Kapan janji-janji itu akan diwujudkan?” Kesejahteraan rakyat tidak bisa dibangun dari kemegahan seremonial, tetapi dari keringat, kerja keras, dan komitmen yang tulus untuk mewujudkan perubahan. (*)

BY : IRAWAN – PIMRED FAKTA AKTUAL

Related posts
Tutup
Tutup