Wartawan, LSM dan Ormas Jadi Kambing Hitam Semrawutnya Keuangan Desa, Benarkah?

Salam satu pena – Fakta Aktual.
Salam sehat untuk para pembaca, pembahasan kali ini mungkin agak terasa lain ya wak, menyoroti persoalan dana desa, dana yang setiap tahun selalu digelontorkan pemerintah pusat untuk program pembangunan desa, dana yang selalu dinantikan oleh masyarakat, layaknya anak menunggu ibu pulang dari pasar bawa buah tangan, namun acap kali nyangkut disaku baju para oknum kepala desa.

Ibarat kelopak bunga yang indah dan mengandung madu, yang selalu dirindukan oleh serangga.  Kehadiran dana desa selalu mengundang perhatian semua pihak untuk ikut merasakan manisnya dari uang dana desa, caranya? dengan berlindung dibalik aturan yang sudah diundangkan oleh Kementerian atau Kepala Daerah, yang bertujuan agar proses aliran dana dianggap sah dan tidak menabrak aturan hukum.

Namun demikian, ternyata regulasi ini tetap saja hanya sebuah teori belaka, buktinya selama ini belum mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi para kepala desa untuk mengelola keuangan desa secara baik. Mereka beralasan bahwa terlalu banyak anggota kemitraan yang harus dirangkul dan menjadi partner, sehingga menyebabkan kuota anggaran 30 persen yang ditetapkan untuk operasional kantor menjadi jebol, benarkah?

Membludaknya kemitraan yang harus dibiayai, sedangkan margin anggaran tidak mencukupi, membuat para kepala desa harus putar otak untuk mencari solusi. Tujuannya hanya satu yaitu untuk misi suci menyelamatkan dana desa agar tidak menguap tanpa kejelasan. Tapi apa yang terjadi, alih-alih melakukan penjagaan anggaran agar tidak bocor, para kepala desa justru berlindung dan bersandar dibawah komando instansi penegak hukum.

Padahal kita tahu secara struktur jika dalam pengelolaan anggaran dana desa para kepala desa mengalami permasalahan dalam regulasi, maka dapat berkoordinasi dengan Camat, PMD, Inspektorat atau Bupati. Dimana dalam implementasinya kepala daerah kabupaten akan membuat Peraturan Bupati yang mengatur dana desa secara spesifik dan hirarki kemudian diteruskan dengan pembuatan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa tentang penggunaan dana desa.

Jika ternyata masih ada pihak-pihak yang terbukti melakukan intimidasi dan penekanan terhadap kinerja kepala desa dan secara sah melakukan pelanggaran hukum, maka para kepala desa dapat menempuh jalur resmi dengan melaporkankan kepada aparat penegak hukum.

Namun membaca suasana yang berkembang saat ini, menjalin kemitraan dengan awak media, Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) maupun Organisasi Masyarakat (Ormas) mungkin sudah menjadi beban tersendiri bagi sang pemimpin desa, sehingga perlu adanya perlindungan dari instansi penegak hukum, walaupun sejatinya jalinan kemitraan itu mungkin sudah dilakukan kedua belah  pihak sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan.

Perlu juga diingat, para kepala desa jangan sampai lupa bahwa aparat penegak hukum itu bertugas menindak semua masyarakat yang melakukan pelanggaran secara hukum, tidak hanya para oknum Wartawan, LSM ataupun Ormas yang meresahkan, tapi juga oknum para kepala desa yang terbukti melakukan korupsi dana desa pun tak luput dari jeratan hukum.

Kita paham dan sadari bahwa secara aturan yang menjadi pemegang kekuasaan tertinggi pengelolaan dana desa adalah seorang kepala desa dibantu aparat desa. Oleh karena itu tidak mengherankan bila kebocoran anggaran dana desa selama ini mayoritas di sebabkan oleh faktor yang berasal dari intern birokrasi desa itu sendiri, iya kan?

Jika dikaji secara mendalam sangat kecil kemungkinan apabila penyebab dana desa itu dikorupsi berasal dari unsur eksternal desa, kenapa? Karena ditinjau dari amanat Undang-Undang Desa dan kitab-kitab leluhur tidak ada yang menyebutkan bahwa pihak diluar pemerintah desa mempunyai kewenangan ikut serta mengelola dan mengatur keuangan desa.

Lalu pertanyaannya, mengapa Wartawan, LSM dan Ormas yang sering kali jadi kambing hitam dalam persoalan pemerintahan desa?. Oke Kita telisik dulu ya wak, mulai dari peran wartawan, profesi inilah yang tugasnya sering menulis dan memberitakan kelakuan oknum kepala desa yang bermasalah dengan anggaran keuangan desa, tinta-tinta mereka terlalu tajam untuk melukai hati dan menghancurkan reputasi seorang kepala desa dalam menyampaikan sebuah pemberitaan.  Dilengkapi pusaka Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 yang selalu melekat, jadi wajar jika pemimpin desa malas berurusan dengan kelompok profesi yang satu ini.

Kemudian ada LSM dan Ormas, sebuah gerakan atas nama kepedulian terhadap masyarakat yang sudah lihai dalam urusan pemetaan kasus, investigasi, hitung menghitung anggaran dan cepat dalam urusan pengaduan masyarakat kepada APH, secepat orbitan satelit Starlink milik Elon Musk. Layaknya detektif profesional, lembaga ini juga kerap dituduh menjadi biang kerok penyebab mimpi buruk bagi kepala desa yang bermasalah dengan anggaran dana desa dan tak jarang harus dipindah tugaskan menjadi penghuni hotel prodeo.

Tak dapat dipungkiri, berdasarkan fenomena yang terjadi selama ini bahwa kehadiran para Wartawan, LSM dan Ormas yang menjalin kemitraan secara baik dengan desa, tentu dapat menciptakan iklim kenyamanan dan keselarasan dalam  penyelenggaraan sistem pemerintahan desa, sekaligus menjadi corong untuk mendukung menyampaikan berbagai informasi ke ruang publik secara baik dan benar.

Tetapi sebaliknya, didunia yang serba absurd ini segala kemungkinan buruk bisa saja terjadi, semua orang dengan mudah dapat merinci dan membuka kesalahan orang lain secara detail, sedetail menghitung uang pinjaman dari koperasi, apalagi kepada pihak-pihak yang mempunyai tanggung jawab terhadap sebuah anggaran, terlalu mudah untuk mencari kesalahan, semudah mengumpulkan butiran pasir di padang gurun.

Memang dunia sekarang sudah berbeda wak, tidak mungkin kita bermain senang sendiri, terlalu banyak kamera CCTV yang selalu mengintai disetiap sudut waktu, cobalah untuk bisa menerima kenyataan, dunia ini panggung lelucon, setiap orang sudah tahu bagaimana sandiwara dan skenario yang akan kita mainkan.

Disclaimer : hanya artikel opini, tak ada maksud untuk menyinggung dan menyudutkan siapapun.

– Bambang Irawan –

Related posts
Tutup
Tutup