Jeritan Senyap di Balik Dinding Puskesmas, Ketika Pengabdian Terbentur Realitas

Salam satu pena – Fakta Aktual.

Selamat siang wak! Kali ini saya akan buat coretan tentang keluh-kesah pegawai Puskesmas. Sebelum lanjut, siapkan kopi sedikit gula…

Di balik hiruk-pikuk menjadi pelayan kesehatan primer, tersimpan kisah-kisah yang tak banyak terungkap. Cerita tentang pengabdian tanpa batas, yang sering kali terbentur realitas yang jauh dari kata ideal. 

Inilah jeritan sunyi para pegawai puskesmas, pahlawan tanpa tanda jasa yang terus berjuang di garis depan untuk mengabdi demi kesehatan masyarakat.

​Puskesmas, sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan, menuntut para pegawainya untuk bekerja full time tanpa henti dan sering menerima hujatan.

Persoalan dari melayani pasien di dalam gedung Puskesmas hingga terjun ke lapangan untuk menerapkan program kesehatan masyarakat, jam kerja mereka seolah tak berbatas.

Mereka adalah garda terdepan yang tak kenal lelah, memastikan setiap warga negara mendapatkan akses kesehatan yang layak dan manusiawi.

​Namun, pengabdian tulus ini sering kali tak diimbangi dengan apresiasi yang setimpal. Keluhan tentang insentif dan gaji yang tidak sebanding dengan beban kerja menjadi isu klasik yang tak kunjung usai.

Mereka bekerja dengan dedikasi tinggi, namun upah yang diterima jauh dari kata layak. Ironisnya, di tengah kondisi ini, mereka juga dituntut untuk ‘all out’ dalam setiap tugas, termasuk dalam pembuatan laporan yang menumpuk.

Tekanan ini tak hanya menguras energi fisik, tetapi juga mengganggu kondisi mental. Tak hanya dari internal, tekanan juga datang dari faktor eksternal.

Pegawai puskesmas kerap kali menghadapi intimidasi fisik dan mental dari masyarakat yang memiliki persepsi negatif terhadap pelayanan mereka.

Padahal, setiap langkah yang diambil sudah sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan. Stigma ini sering kali menyakitkan, seolah-olah pengorbanan mereka tak pernah dianggap ada.

​Di sisi lain, minimnya fasilitas kesehatan (faskes) dari pusat menjadi hambatan besar. Keterbatasan alat dan obat sering kali membuat pelayanan menjadi tidak maksimal, memicu kekecewaan dari pihak keluarga pasien.

Mereka, yang seharusnya menjadi mitra dalam proses penyembuhan, justru melampiaskan kekecewaan dengan menghujat para pegawai puskesmas.

Ini adalah siklus yang tak berkesudahan, keterbatasan fasilitas memicu kemarahan, yang kemudian bermuara pada beban psikologis bagi para pahlawan kesehatan ini.

​Mungkin sudah saatnya kita melihat lebih dalam, tak hanya dari sisi layanan semata, tetapi juga dari sisi rasa kemanusian. Para pegawai puskesmas bukanlah robot yang tak pernah lelah dan patah.

Mereka adalah manusia dengan segala keterbatasan, yang berjuang di tengah keterbatasan sistem. Mendukung mereka, bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan kebijakan yang berpihak, adalah langkah awal untuk mewujudkan pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Karena di balik setiap senyum dan sapaan ramah pegawai puskesmas, terselip jeritan hati pilu bernada senyap, yang harus kita dengar dan pertimbangkan bersama. 

BY : IRAWAN PIMRED FAKTA AKTUAL

Related posts
Tutup
Tutup