Bandar Lampung – Fakta Aktual.
Operasi Tangkap Tangan (OTT) selalu menjadi sorotan tajam dalam upaya pemberantasan korupsi. Namun, tak jarang, narasi yang beredar pasca-OTT hanya menyentuh permukaan.
Kasus penangkapan Ketua Umum Gerakan Pembangunan Anti Korupsi (GEPAK), Wahyudi, di Lampung, (Senin, 22/09/2025), justru membuka kotak Pandora yang lebih kompleks, apakah ini murni kasus pemerasan oleh aktivis, atau justru jebakan yang sengaja dibuat oleh pihak yang diduga korup?
Klarifikasi Wahyudi memberikan perspektif yang berbeda. Ia dan rekannya, Fadly, membantah keras tuduhan pemerasan. Sebaliknya, mereka mengklaim bahwa pertemuan dengan pihak RSUDAM awalnya adalah untuk membahas rencana demonstrasi, sebuah bentuk kontrol sosial yang sah. Menurut Wahyudi, pihak RSUDAM-lah yang berinisiatif menawarkan uang ‘damai’ atau proyek untuk menghentikan aksi tersebut.
Jika kronologi ini benar, maka apa yang terjadi bukanlah pemerasan, melainkan penyuapan yang ditawarkan oleh RSUDAM. Situasi ini menempatkan Wahyudi dan rekannya dalam posisi dilematis.
Menolak tawaran tersebut bisa berisiko, sementara jika menerimanya sekalipun dengan niat untuk membuktikan sebuah kejahatan, tetap dapat menjadi bumerang.
Dan tampaknya, inilah yang terjadi. Ada dugaan Pihak RSUDAM, dengan cerdik, mengubah modus penyuapan menjadi sebuah jebakan yang akhirnya membuat Wahyudi dan rekannya tertangkap tangan.
Pernyataan Wahyudi yang mengimbau pihak kepolisian untuk juga memeriksa pelapor, serta semua pihak yang terlibat dalam pemberian uang jebakan, menguatkan dugaan ini.
Ada indikasi kuat bahwa kasus ini adalah sebuah skenario yang dirancang untuk membungkam para aktivis. Mereka yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam mengawasi jalannya pemerintahan dan lembaga publik, justru dijadikan target.
Kasus ini menjadi ujian bagi objektivitas dan keadilan aparat penegak hukum. Apakah mereka akan terfokus pada ‘tersangka’ yang tertangkap tangan, ataukah mereka akan berani mengusut tuntas motif dan skenario di balik peristiwa ini?
Sudah saatnya kita melihat kasus OTT tidak hanya dari sisi penerima uang, tetapi juga dari sisi pemberi. Jika terbukti bahwa uang tersebut adalah bagian dari jebakan untuk membungkam kritik, maka pihak pemberi uang juga harus bertanggung jawab secara hukum.
Masyarakat menantikan keadilan yang sejati, di mana tidak ada pihak yang diistimewakan. Pihak berwajib harus bertindak adil dan objektif, mengungkap kebenaran di balik penangkapan ini, dan memastikan bahwa tidak ada lagi aktivis yang ‘dijebak’ hanya karena berani menyuarakan kebenaran. (One*)