Salam satu pena – Fakta Aktual.
Rakyat kecil mungkin sudah terlalu lelah untuk bersuara, keluhan dan aspirasi tidak lagi didengar, seolah para raja hatinya sudah membatu dan telinganya sudah tak lagi mau mendengar.
Mereka hanya sibuk bereuforia untuk merayakan kemenangan, selalu tampil gagah di depan sorotan kamera pewarta, bak raja diraja yang selalu dielu-elukan oleh bawahan.
Jiwanya mungkin terbang terlalu tinggi, akibat terbuai oleh sanjungan, hingga telah lupa tempat berpijak pada bahu-bahu rakyat kecil yang telah mengangkatnya.
Janji manis, ucapan sumpah dan gaya sederhana, seketika sirna tertutup oleh gemerlap dan hingar bingar kekuasaan yang telah ia direngkuh.
Raja-raja itu telalu lama berpesta pora, hingga tak bisa mendengar jeritan dan teriakan rakyat kecil yang berasal dari luar dinding istana.
‘Tolong pak bangun jalan kami, tolong pak bantu BPJS kami, tolong pak hasil panen kami, tolong pak dagangan kami, tolong pak bedah rumah kami’.
Rintihan-rintihan rakyat kecil hanya dianggap lolongan srigala di tengah malam, terdengar sangat jauh, yang akan berhenti sendiri setelah lelah dan dikubur hening malam.
Kini rakyat kecil mulai sadar, mereka selama ini telah terlena oleh bujuk manis dan rayuan maut para raja, ternyata watak seorang pemimpin itu akan nampak asli ketika mahkota sudah berada di kepalanya.
Akhirnya rakyat kecil kembali berjuang sendiri, membangun jalan raya secara swadaya, BPJS mandiri tanpa subsidi, harga panen dilapak dihajar tengkulak, dan membangun rumah hanya mengandalkan upah.
Ketika rakyat kecil bernada sumbang menyindir sang raja, maka para pengawal segera cari muka, dengan memasang badan untuk membela.
Gaya para raja seperti seorang penderita amnesia, sudah tidak mampu lagi mengingat masa lalu, lupa kalau dulu pernah janji, lupa jika dulu pernah sumpah dan lupa bahwa dirinya diangkat oleh rakyat kecil.
Disclaimer : Hanya artikel fiksi