Bandar Lampung – Fakta Aktual.
Isu pembatasan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi bagi kendaraan yang menunggak pajak kembali mencuat di media sosial, kali ini mengaitkan langsung dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung.
Namun, klaim yang beredar liar tersebut segera dibantah dengan tegas oleh pihak berwenang di Lampung. Sekretaris Daerah (Sekda) Lampung, Marindo Kurniawan, tampil ke publik untuk meluruskan kabar tersebut, menyebutnya sebagai informasi yang tidak benar alias hoaks.
Penegasan dari Sekda Marindo ini sangat penting dan perlu diapresiasi. Di tengah banjirnya informasi, baik yang benar maupun yang menyesatkan, respons cepat dari pejabat publik adalah kunci untuk mencegah meluasnya disinformasi dan kegaduhan di masyarakat.
Klarifikasi ini tidak hanya menjaga kredibilitas Pemprov Lampung, tetapi juga memberikan ketenangan bagi masyarakat pengguna kendaraan bermotor.
Kabar burung tentang kaitan antara status pajak kendaraan dan akses terhadap BBM bersubsidi bukanlah isu baru.
Wacana ini memang pernah bergulir di tingkat nasional, muncul seiring dengan upaya pemerintah untuk memastikan penyaluran BBM subsidi agar lebih tepat sasaran.
Logikanya, kendaraan yang pajaknya tertunggak dianggap melanggar kewajiban, sehingga wajar jika dikenai pembatasan hak, salah satunya dalam mengakses subsidi.
Namun, di tataran implementasi, menghubungkan kedua aspek ini bukanlah perkara mudah. Hingga saat ini, belum ada aturan nasional yang secara resmi melarang penunggak pajak kendaraan untuk membeli BBM bersubsidi.
Penerapan kebijakan BBM bersubsidi, terutama dengan mekanisme seperti penggunaan QR Code atau pendaftaran melalui aplikasi, memang memerlukan verifikasi data kendaraan.
Akan tetapi, verifikasi tersebut, menurut Pertamina, lebih fokus pada pencocokan data seperti STNK, TNKB, dan KTP, bukan pada status lunas atau tunggak pajak.
Klarifikasi dari Sekda Marindo di Lampung menegaskan bahwa Pemprov Lampung tidak membuat aturan diskriminatif semacam itu. Hal ini menggarisbawahi pentingnya membedakan antara wacana kebijakan yang pernah didiskusikan dengan regulasi yang benar-benar telah berlaku.
Wacana untuk menertibkan pajak melalui berbagai cara, termasuk pengumuman di SPBU bagi penunggak pajak (seperti yang pernah disoroti terkait Lampung), memang ada.
Namun, tindakan penertiban (seperti pendataan atau pemasangan stiker) berbeda jauh dengan pelarangan total pengisian BBM subsidi, yang notabene adalah kebutuhan mendasar masyarakat.
Kasus hoaks ini kembali mengingatkan publik akan bahaya penyebaran informasi yang tidak terverifikasi di media sosial. Sebuah statement palsu yang dikemas seolah-olah kebijakan resmi pemerintah daerah berpotensi menimbulkan kepanikan, antrean panjang di SPBU, bahkan aksi protes.
Masyarakat diimbau untuk selalu kritis dan merujuk pada sumber informasi resmi, baik dari pemerintah daerah, kepolisian, maupun Pertamina, sebelum mempercayai atau bahkan menyebarkan informasi. Respons cepat Pemprov Lampung, melalui Sekda Marindo, adalah langkah tepat dalam mengelola isu ini.
Kesimpulannya, penegasan bahwa Pemprov Lampung tidak melarang kendaraan menunggak pajak untuk membeli BBM subsidi adalah kabar yang jelas.
Ini menegaskan bahwa kewajiban membayar pajak dan hak mendapatkan subsidi adalah dua hal yang diatur terpisah saat ini. Meskipun upaya penertiban pajak perlu ditingkatkan, hal tersebut tidak dilakukan dengan cara yang justru merugikan dan melanggar hak dasar masyarakat akan energi. (One*)