Salam satu pena – Fakta aktual.
Selamat pagi wak! Yuk kita bahas gaya konyol mantan menteri yang ditendang dari kabinet merah putih. Siapkan kopi hangat sebelum menyimak..
Pemandangan di ruang rapat Komisi VI DPR siang itu tampak seperti biasa. Budi Arie Setiadi, Menteri Koperasi yang baru menjabat, terlihat bersemangat memaparkan visi-misi dan mengajukan proposal anggaran fantastis untuk tahun 2026.
Angka-angka meluncur deras dari bibirnya laksana butiran air hujan yang turun dari angkasa, untuk meyakinkan para legislator bahwa kemajuan koperasi di Indonesia akan meroket di bawah komandonya.
Para anggota dewan tampak menyimak, ada yang manggut-manggut, ada juga yang sesekali melayangkan pertanyaan skeptis. Tapi tak ada yang menyangka, di balik pemandangan formal itu, sebuah ‘skakmat’ politik diluar nalar sedang dipersiapkan.
Tiba-tiba, selang beberapa jam setelah rapat berakhir, gempuran kabar reshuffle kabinet menghantam jagat media. Nama Budi Arie Setiadi tertera jelas dalam daftar menteri yang ‘ditendang’ dari posisinya.
Seolah-olah, ucapan lantangnya tentang anggaran tambahan baru saja dicatat oleh semesta, lalu langsung direspon dengan sebuah peringatan keras: ‘”Cukup sampai di sini, the end”.
Ini bukan sekadar pergantian menteri, ini adalah komedi gelap di panggung politik yang menampilkan ironi paling telanjang. Seorang menteri meminta uang untuk masa depan, namun masa depannya sendiri di kursi kekuasaan justru lenyap dalam sekejap.
Bukan hanya kursi menteri yang hilang, kegaduhan juga berpindah ke media sosial. Instagram Budi Arie tiba-tiba banjir komentar miring. Berbagai spekulasi liar dilemparkan netizen. Nah, akhirnya dirujak!
Ada yang mengaitkan pencopotannya dengan isu ‘bisik-bisik’ di balik layar, ada pula yang menyinggung isu judi online yang sempat menyeret namanya di masa lalu.
Namun, yang paling menarik perhatian adalah tingkah laku digital sang mantan menteri. Seakan-akan ingin memperjelas posisi politiknya yang ‘tersingkir’, Budi Arie dikabarkan langsung balik badan dengan unfollow akun Instagram Presiden Prabowo.
Sebuah pernyataan simbolik yang lebih lugas daripada seribu konferensi pers. Yang lebih mengherankan, di saat yang sama, ia justru kedapatan balik ke bos lamanya dengan follow akun Presiden Jokowi dan Gibran Rakabuming Raka.
Ini bukan sekadar unfollow-follow biasa, melainkan sebuah manuver move on politik yang super cepat. Seolah berkata: “Perahu ini tak lagi cocok untukku, aku akan berlabuh ke pelabuhan yang lebih aman.”
Tingkah laku ini menciptakan narasi aneh. Mengapa seorang menteri yang dicopot dari kabinet presiden justru pulang kembali ke ‘bapak dan kakak’ dari presiden yang baru?
Ini bukan lagi tentang loyalitas, melainkan tentang pragmatisme politik yang mencapai level absurd. Di era digital, loyalitas tidak diukur dari janji-janji di podium, melainkan dari jejak digital yang tak terhapuskan. Dan jejak digital Budi Arie kini menjadi tontonan publik yang penuh tanda tanya.
Pada akhirnya, kisah pencopotan menteri ini menjadi sebuah cerminan tentang betapa dinamis dan tak terduganya politik di Indonesia. Di satu sisi, ia menunjukkan bahwa kekuasaan bisa lenyap secepat kilat. Di sisi lain, ia juga menelanjangi bagaimana media sosial menjadi arena baru untuk pertarungan politik, di mana satu klik unfollow bisa lebih bergaung daripada pidato panjang.
Bagi Budi Arie, babak baru telah dimulai. Namun, bagi publik, kisah ini akan selalu dikenang sebagai contoh nyata di mana takdir politik bisa berubah hanya dalam hitungan jam, bahkan sebelum proposal anggaran sempat dibahas tuntas.
By : IRAWAN PIMRED FAKTA AKTUAL