Pungli Pendidikan: Uang Komite, Permainan Dinas, dan Lahan Basah Mutasi

Salam satu pena – Fakta Aktual.

​Selamat siang wak! Kali ini Kita kupas sisi gelap dunia pendidikan, sebelum lanjut, sruput dulu kopi kental agar seksama…

Pendidikan adalah pilar utama kemajuan bangsa, namun di balik citranya yang mulia, dunia pendidikan kerap tercoreng oleh praktik-praktik tak terpuji.

Salah satu yang paling meresahkan adalah penyalahgunaan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan maraknya pungutan liar (pungli) berkedok uang komite sekolah.

Ironisnya, persoalan ini tidak berdiri sendiri, melainkan berkelindan dengan ‘permainan’ di tingkat dinas pendidikan dan praktik-praktik kotor terkait mutasi pegawai.

​Gubernur Lampung sebenarnya telah mengeluarkan larangan tegas terkait pungli di sekolah. Peraturan ini seharusnya menjadi tameng yang melindungi orang tua murid dari beban biaya tambahan.

Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Gubernur Lampung Nomor 61 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Gratis di Provinsi Lampung. Peraturan ini secara eksplisit melarang pungutan berkedok uang komite atau apapun yang membebani orang tua.

​Namun, kenyataannya, banyak sekolah yang tampaknya kebal hukum. Mereka beralih ke modus pungutan melalui komite sekolah, sebuah lembaga yang seharusnya mewakili suara orang tua namun sering kali justru menjadi alat legitimasi bagi praktik pungli.

Komite yang seharusnya menjadi jembatan antara orang tua dan sekolah, terkadang malah menjadi kaki tangan pihak sekolah untuk memuluskan pungutan.

Para orang tua sering kali tidak berdaya dan terpaksa membayar karena khawatir anaknya akan dipersulit di sekolah. Praktik ini secara langsung mencederai semangat pendidikan gratis dan berkeadilan.

​Permasalahan lain yang tak kalah serius adalah permainan dalam pengadaan buku kurikulum. Pihak dinas pendidikan, yang seharusnya mengawasi, justru ikut ‘bermain’ dengan mengondisikan proyek pengadaan buku melalui pihak ketiga.

Pihak sekolah dipaksa membeli buku dari vendor yang telah ditentukan, seringkali dengan harga yang lebih mahal dari seharusnya. Kondisi ini menciptakan lingkaran setan di mana sekolah merugi, kualitas pendidikan terancam, dan oknum pejabat dinas meraup keuntungan pribadi.

Transparansi dan akuntabilitas seolah menjadi barang langka dalam sistem pengadaan yang sudah terkoordinasi sedemikian rupa.

​Tak berhenti di situ, isu mutasi guru PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) juga menjadi ‘lahan basah’ baru bagi oknum di dinas pendidikan.

Mutasi yang seharusnya didasarkan pada kebutuhan dan pemerataan guru, kini menjadi komoditas yang bisa diperjualbelikan. Guru yang ingin pindah ke sekolah yang lebih dekat dengan domisili atau memiliki prospek lebih baik, harus ‘melicinkan’ jalan dengan sejumlah uang.

Praktik ini tidak hanya merusak sistem meritokrasi, tetapi juga menciptakan ketidakadilan dan demoralisasi di kalangan para pendidik. Guru yang berdedikasi tinggi namun tidak memiliki ‘pelicin’, terpaksa tetap mengajar di lokasi yang jauh dari tempat tinggal mereka.

​Semua persoalan ini, mulai dari pungli berkedok uang komite, permainan pengadaan buku, hingga jual beli mutasi guru, adalah penyakit kronis dalam dunia pendidikan.

Jika dibiarkan, dampaknya akan sangat destruktif. Kualitas pendidikan akan menurun, kepercayaan publik terhadap lembaga pendidikan akan terkikis, dan yang paling parah, praktik koruptif akan terus meregenerasi.

​Pemerintah daerah, khususnya gubernur dan bupati serta dinas terkait, harus bertindak tegas. Tidak cukup hanya dengan larangan, tetapi juga dengan pengawasan ketat, sanksi yang berat, dan transparansi dalam setiap kebijakan.

Masyarakat dan orang tua juga tidak boleh tinggal diam. Perlu ada keberanian untuk melaporkan, menolak pungli, dan memastikan bahwa pendidikan anak-anak mereka bebas dari bayang-bayang korupsi.

Masa depan bangsa ada di tangan generasi muda, dan untuk itu, kita harus memastikan bahwa fondasi pendidikan mereka bersih dari segala bentuk penyelewengan.

By : IRAWAN PIMRED FAKTA AKTUAL

Related posts
Tutup
Tutup