Jeritan Hati Guru SDLB, Bertahun-tahun Mengabdi, Terhalang Kebijakan yang Tak Manusiawi

Jambi — Fakta Aktual.
Selamat pagi wak! Bahasan kali ini tentang jeritan hati tenaga pendidik SDLB di Provinsi Jambi.

Puluhan tahun mengabdi dengan sepenuh hati namun tidak diperlakukan manusiawi. Itulah yang dirasakan oleh para guru di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) di Provinsi Jambi. Di tengah dedikasi yang tak terhingga untuk mendidik anak-anak istimewa, mereka harus menelan pil pahit.

Akses untuk mengikuti tes seleksi Calon Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) seakan tertutup rapat, hanya karena alasan birokrasi yang kaku.
​Bayangkan, belasan tahun lamanya mereka hanya bisa menjadi penonton, menyaksikan teman-teman sejawat mereka berjuang meraih status PPPK.

Alasan yang mereka terima sungguh menyesakkan, formasi guru SD dengan ijazah PGSD tidak linier untuk mengajar di SLB. Ini menjadi dilema yang ironis, karena di sisi lain, sertifikasi mereka sebagai guru SDLB justru diakui dan dicairkan.

Bahkan, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) menjamin bahwa ijazah mereka sesuai untuk mengajar di jenjang SDLB. Namun, kebijakan dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) tidak mengalokasikan formasi yang mereka butuhkan di bawah naungan pemerintah provinsi.

​Setiap kali mereka mencoba mencari jalan keluar, bertemu dengan pejabat di Dinas Pendidikan Provinsi atau Badan Kepegawaian Daerah (BKD), jawaban yang mereka dapatkan sungguh melukai.

“Kenapa tidak pindah? Kenapa tidak kuliah lagi?” Lisan yang ringan itu seakan tak memahami beratnya perjuangan mereka.
​Alangkah gampang dan ringannya mulut mereka berucap. 

“Tahukah kalian, betapa gaji kami ritmenya tidak manusiawi? Tiga, bahkan sampai enam bulan sekali baru cair. Kenapa kalian terlalu ingin tahu tentang alasan kami tidak kuliah lagi, daripada bertanya bagaimana kami bisa bertahan sampai sejauh ini? Bisa beli bensin untuk bolak-balik ke sekolah saja sudah alhamdulillah.”

​Para guru ini juga mengeluhkan sulitnya mengurus surat rekomendasi untuk pindah instansi. “Jika mereka peduli, kenapa mereka tidak bantu kami memfasilitasi?” tutur sang guru dengan mata berkaca-kaca.

​Belum lama ini, setelah bertahun-tahun menanti, secercah harapan sempat muncul. Mereka disarankan untuk mengambil formasi teknis dengan alasan ‘formasi tampungan’ agar nama mereka bisa muncul di database Badan Kepegawaian Negara (BKN).

Namun, janji itu hanya menjadi prank yang menyakitkan. Alih-alih diangkat sebagai guru, mereka dipaksa kembali ke sekolah awal sebagai tenaga kependidikan (tendik). Konsekuensinya, sertifikasi mereka pun hilang.

​Air mata dan keluhan mereka seolah diabaikan begitu saja oleh pihak BKD Provinsi Jambi. Realita di lapangan begitu kontras dengan teori yang digunakan oleh pembuat kebijakan. Padahal, SLB memiliki jenjang pendidikan yang berkesinambungan, mulai dari TKLB, SDLB, SMPLB, hingga SMALB.

​Para guru ini hanya berharap agar para pemangku kebijakan lebih peka, tidak hanya terpusat pada teori semata. “Manusiawikan kami sebagai manusia, sebagai pendidik yang juga turut andil berkontribusi untuk mencerdaskan bangsa” pintanya.

​Apakah para pengambil kebijakan akan mendengar jeritan hati para pahlawan tanpa tanda jasa ini, ataukah mereka akan terus terhalang oleh aturan yang tidak manusiawi?

BY : IRAWAN PIMRED FAKTA AKTUAL

Related posts
Tutup
Tutup