Potret Suram Pegawai Pemda, Korupsi Waktu dan Lemahnya Disiplin

Salam satu pena – Fakta Aktual

​Di tengah tuntutan akan birokrasi yang efektif dan transparan, fenomena ketidakdisiplinan pegawai pemerintah daerah (Pemda) masih menjadi isu yang mengakar di berbagai kabupaten. 

Perilaku bekerja semaunya sendiri, datang terlambat, dan pulang lebih cepat bukan sekadar pelanggaran kecil, melainkan cerminan dari korupsi waktu yang secara langsung merugikan masyarakat dan menghambat roda pembangunan daerah.

​Perilaku ini sering kali dianggap remeh, seolah-olah hanya masalah personal. Namun, dampaknya jauh lebih besar. Ketika seorang pegawai tidak menjalankan tugasnya secara profesional, pelayanan publik menjadi lambat dan tidak efisien. 

Pengurusan surat-menyurat yang seharusnya selesai dalam hitungan hari bisa tertunda berminggu-minggu. Antrean di kantor pelayanan menjadi memanjang, sementara masyarakat yang membutuhkan kejelasan dan kecepatan harus gigit jari. Ini menciptakan rasa frustrasi dan ketidakpercayaan publik terhadap institusi pemerintah.

​Lebih dari itu, ketidakdisiplinan ini menciptakan budaya kerja yang tidak sehat. Pegawai yang rajin dan berintegritas bisa merasa demotivasi melihat rekan-rekan mereka yang santai namun tetap mendapatkan gaji penuh. 

Lingkungan kerja yang longgar ini juga memicu praktik-praktik buruk lainnya, seperti suap dan pungutan liar, karena para pegawai merasa tidak ada konsekuensi yang tegas terhadap pelanggaran.

​Lalu, apa yang menjadi penyebabnya? Budaya atasan yang permisif, sistem pengawasan yang lemah, dan tidak adanya sanksi yang konsisten sering kali menjadi biang keladi. 

Banyak pegawai yang merasa ‘kebal’ karena koneksi atau jabatan, sehingga mereka tidak takut untuk melanggar aturan. Selain itu, sistem penggajian dan promosi yang tidak berbasis kinerja juga membuat sebagian pegawai merasa tidak perlu berprestasi lebih.

​Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan reformasi birokrasi yang menyeluruh dan berani.

Pertama, penegakan aturan yang tegas harus menjadi prioritas. Sanksi, mulai dari teguran hingga pemotongan tunjangan, harus diterapkan secara adil dan konsisten tanpa pandang bulu.

Kedua, optimalisasi sistem pengawasan berbasis teknologi dapat membantu memantau kehadiran dan kinerja pegawai secara lebih akuntabel.

Ketiga, pembinaan dan pelatihan berkala dapat meningkatkan kesadaran pegawai akan pentingnya integritas dan profesionalisme.

​Pada akhirnya, disiplin bukan hanya tentang kehadiran fisik, melainkan tentang komitmen moral untuk melayani masyarakat. Pegawai Pemda adalah pelayan publik yang digaji dari uang rakyat. 

Sudah semestinya mereka bekerja dengan penuh tanggung jawab dan dedikasi. Mengubah mentalitas bekerja semaunya sendiri menjadi mentalitas melayani adalah langkah krusial untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efektif, dan dipercaya oleh rakyatnya. (*)

BY : IRAWAN  – PIMRED FAKTA AKTUAL

Related posts
Tutup
Tutup